close

Sikubis Unila Kembangkan Produk Bat Coffee

(Unila): Sentra Inovasi dan Inkubator Bisnis (Sikubis) Universitas Lampung (Unila) mengembangkan Kopi Codot atau Bat Coffee sebagai salah satu produk kopi unggulan yang mengusung kearifan lokal Lampung.

Peluncuran produk Bat Coffee yang merupakan usaha mitra binaan Sikubis Unila ini dilakukan langsung Rektor Unila Prof. Dr. Karomani, M.Si., Jumat pagi, 4 Juni 2021, di halaman depan Gedung Rektorat Unila. Kegiatan dihadiri para wakil rektor dan sivitas akademika Unila.

Saat memberikan sambutan, Prof. Karomani mengutip lirik lagu daerah Bumi Lampung. Sangun kak jak zaman ho. Lampung ghadu dikenal. Hasilno kupi lado. Jadi idaman kaum modal.

“Lagu ini menceritakan berbagai kekayaan alam yang menjadi ikon hasil bumi Lampung, yakni kopi dan lada. Makanya, kita sangat mengapresiasi Bat Coffee yang mengangkat kearifan lokal daerah Lampung ini,” ujar Karomani.

Dia juga mengapresiasi kegiatan Sikubis yang mendampingi dan membina pengembangan produk Bat Coffee.

“Di tengah krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19 saat ini, ini bagian dari upaya menghidupkan UMKM yang perlu dibantu menghadapi krisis,” tutur Karomani.

Bat Coffee merupakan produk mitra binaan Sikubis Unila yang dikelola tim usaha yaitu Dedi Riyanto, Meutia Pusparini, dan William Pangestu.

Dedi Riyanto menjelaskan, Bat Coffee berasal dari biji kopi yang daging buahnya telah dimakan codot atau kelelawar. Menurut dia, biji kopi pilihan kelelawar ini merupakan biji merah dengan kualitas terbaik.

“Jadi kelelawar itu cuma mau makan daging biji kopi yang sudah matang sempurna dan bagus kualitasnya. Itulah kenapa biji bekas kunyahan kelelawar kualitasnya pasti bagus,” ujar Dedi.

Baca Juga :  Mahasiswa ITS Usung Ide Bisnis Abon dari Kulit Pisang

Menurut dia, ciri-ciri biji kopi bekas kunyahan kelelawar akan lengket kalau dipegang, serta ada bekas gerusan gigi kelelawar di kulit ari biji kopi yang jatuh ke tanah.

Dedi mengaku sejauh ini tidak ada kendala dalam mendapatkan bahan baku. Timnya sudah bekerja sama dengan petani kopi di empat lokasi yaitu Suoh dan Pesisir Barat Kabupaten Lampung Barat, serta Sukaraja dan Gisting Kabupaten Tanggamus.

“Untuk satu lokasi bisa menghasilkan 25 kilogram per hari,” ujarnya.

Dedi mengatakan, harga biji kopi kelelawar lebih mahal dibandingkan biji kopi biasa. Jika biji kopi biasa dibeli dari petani Rp19 ribu per kilogram, maka biji kopi kelelawar dibeli dengan kisaran harga Rp30-35 ribu per kilogram.

“Harga biji kopi kelelawar kami beli lebih mahal ke petani karena petani harus mengambil dan memilih biji yang jatuh di bawah di sekitar tanaman kopi. Itu yang kami hargai, makanya harganya lebih tinggi,” kata Dedi.

Untuk proses Bat Coffee juga berbeda dengan kopi biasa. William Pangestu menjelaskan, pada kopi biasa membutuhkan perendaman, pencucian, pengupasan, dan penjemuran, sedangkan Bat Coffee cukup dibersihkan kulit arinya dan bisa langsung diroasting dan digiling.

“Banyak proses yang dilompati karena daging buahnya sudah dimakan codot, jadi biji yang masih dibungkus kulit ari jatuh ke tanah dan kering secara alami di bawah,” jelas William.

Dia mengklaim, aroma seduhan Bat Coffee lebih kuat, tapi tingkat pahitnya lebih rendah dari kopi biasa.

Baca Juga :  Ditjen Dikti Luncurkan Buku Pembelajaran Praktik Baik Edukasi Masyarakat pada KKN Tematik Covid-19

“Kalau rasanya sama seperti rasa kopi robusta pada umumnya, tapi aromanya lebih kuat, dan rasa pahitnya berkurang,” ujar William.

Meutia Pusparini yang merupakan CEO Bat Coffee mengatakan, saat ini produk Bat Coffee masih dijual secara online. Bat Coffee kemasan 200 gram dijual Rp60 ribu sedangkan green bean Bat Coffee kemasan 200 gram dihargai Rp50 ribu.

“Kendala pemasaran Bat Coffee ini karena belum banyak masyarakat yang mengenal kopi codot ini,” kata Meutia.

Sementara itu Ketua Sikubis Unila Dr. Sri Ratna S., mengatakan, tahun ini ada dua perusahaan pemula yang lolos dan mendapatkan dana Starup Inovasi Indonesia dari Kemenristek/BRIN, salah satunya Bat Coffee.

“Nanti Sikubis akan mendampingi mengembangkan produk Bat Coffee mulai dari kelengkapan perizinan BPOM, IRT, termasuk hak paten hingga pemasarannya,” ujar Sri Ratna.

Menurut dia, Bat Coffee lolos sebagai mitra binaan Sikubis karena memenuhi kriteria dan SOP yang ada, di antaranya memiliki CV dan terjaganya keberlangsungan produk.

“Selain itu, Bat Coffee ini merupakan produk yang memiliki lokal wisdom, baik kopinya sebagai keunggulam hasil bumi Lampung maupun kelelawarnya yang merupakan proses yang masih langka,” ujar Sri Ratna.

Untuk pemasaran, lanjutnya, pihaknya akan mendukung promosi melalui media sosial, menggandeng pengusaha alumni atau jaringan Unila.

“Unila juga sudah menetapkan sebaiknya kopi yang ada di Unila menggunakan Bat Coffee,” pungkasnya. [Humas_Unila]