close

Transformasi Pendidikan ITB di Era New Normal

Institut Teknologi Bandung (ITB) telah menetapkan kebijakan tentang Program Merdeka Belajar, Pembelajaran Era Industri 4.0, dan Inovasi Metode Pembelajaran di lingkungan ITB. Dilatarbelakangi hal tersebut, Direktorat Pengembangan Pendidikan ITB menyelenggarakan workshop bertema “Towards ITB’s Education 4.0” bagi para dosen ITB.

Workshop yang diselenggarakan pada Kamis (10/06/2021) secara daring ini merupakan bagian dari rangkaian acara untuk mendukung transformasi digital ITB dalam inovasi pembelajaran, sesuai dengan Rencana Strategis ITB 2021-2025.

“ITB selalu mengikuti, bahkan mengantisipasi adanya perkembangan teknologi,” ujar Rektor ITB, Prof. Reini Wirahadikusumah, Ph.D., dalam sambutannya. “Namun, perkembangan teknologi yang dimaksud bukan sekadar teknologi. Hal yang sangat dibutuhkan adalah memanfaatkannya sebagai pola pikir, bukan sekadar memindahkan yang tadinya di kertas menjadi digital.”

Direktorat Pengembangan Pendidikan ITB menggelar workshop bertema “Towards ITB’s Education 4.0” pada Kamis (10/06/2021). Prof. Kadarsah Suryadi, mantan Rektor ITB periode 2015-2020, menjadi pemateri pertama dalam acara tersebut. Pada acara itu, Prof. Kadarsah membawakan tema terkait megatren Revolusi Industri 4.0, mega-shift di era New Normal, Internet of Things (IoT) dalam ranah pendidikan, serta Pendidikan 4.0 di ITB. Megatren Revolusi Industri 4.0 memuat lima hal, yaitu demokratisasi pengetahuan dan akses, teknologi digital, mobilitas global, kompetisi pasar dan pendanaan, serta integrasi dengan industri.

Prof. Kadarsah Suryadi memaparkan materi pada workshop “Towards ITB Education 4.0”

Sementara itu, mega-shift di era New Normal mencakup perilaku masyarakat yang kini lebih banyak menjalankan aktivitas dari rumah, mengutamakan kebutuhan dasar sehingga konsumsi produk tersier relatif berkurang, memiliki empati yang besar, serta menjadikan inovasi digital sebagai kunci keberhasilan untuk memperoleh konsumen.

Baca Juga :  MSIB Huawei: Merekrut Pemagang Layaknya Merekrut Pegawai

Aktivitas digital di dunia virtual akan semakin banyak, termasuk dalam ranah pendidikan dan layanan perguruan tinggi. Untuk itu peruguruan tinggi dapat mengadakan aktivitas multidisiplin dan blended-learning, memanfaatkan IoT, memperbarui infrastruktur digital, serta meningkatkan konektivitas antarentitas dalam perguruan tinggi.

“Transformasi digital saat ini erat hubungannya dengan transformasi antara konten pedagogi dan teknologi. Dalam transformasi ini, dibutuhkan pula peran aktif mahasiswa,” ungkap Prof. Kadarsah.

Transformasi Digital ITB

Melanjutkan paparan Prof. Kadarsah, Prof. Hermawan K. Dipojono, Ketua Senat Akademik Institut Teknologi Bandung, mengawali paparan soal perubahan yang saat ini dihadapi. Menurutnya, generasi sekarang harus belajar beradaptasi karena dituntut untuk bertransformasi. Terdapat berbagai faktor yang memotivasi munculnya niat belajar tersebut, di antaranya adalah tujuan untuk mencapai pendidikan yang optimal, manfaat dan efisiensi, dukungan dan kemudahan adopsi, kemauan berubah, serta rasa memiliki. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor internal dan faktor eksternal.

Jika tidak belajar dan mengejar, digitalisasi akan memperlebar kesenjangan antarbangsa. “Jadi, kita memang harus bekerja semaksimal mungkin. Kita perlu proaktif dalam percepatan transformasi. Ini adalah bentuk investasi terhadap bangsa,” ucap Prof. Hermawan.

Peringkat Universitas dan Kehadiran Digital

Paparan terakhir disampaikan oleh Dr. Poerbandono, Ketua Satuan Penjamin Mutu Institut Teknologi Bandung, melalui video yang telah dipersiapkan sebelumnya. Dr. Poerbandono menjelaskan mengenai hubungan timbal balik antara opini publik dengan reputasi dan rekognisi universitas yang dapat dilihat dari peringkat universitas.

Baca Juga :  Pengabdian Masyarakat Sekolah Farmasi ITB, Bangun Kader Kesehatan di Daerah Pangandaran
Ketua SPM ITB memaparkan materi pada workshop “Towards ITB Education 4.0”

Peringkat sendiri terbentuk dari setidaknya dua hal, yaitu pendapat publik serta data-data perguruan tinggi itu sendiri, misalnya data produktivitas riset. Sekalipun ITB menduduki peringkat ke-303 (2022), peringkat tertinggi yang pernah diraih selama 20 tahun terakhir berdasarkan QS World University Rankings, setidaknya terdapat tiga titik lemah ITB, yaitu internasionalisasi, sitasi, dan reputasi akademik.

“Reputasi adalah hal yang kompleks. Dari banyak variabel yang memengaruhi, dua faktor yang paling membentuk adalah pengelolaan kemitraan dan kehadiran digital,” ujar Prof. Poerbandono. Dia menekankan bahwa penting bagi ITB untuk meningkatkan jumlah mitra, baik domestik maupun internasional. Mengenai kehadiran digital, hal ini dapat didorong melalui peningkatan jumlah artikel oleh para penulis yang terafiliasi dengan ITB. Hal tersebut penting untuk meningkatkan opini publik yang baik terhadap ITB demi meningkatkan reputasi ITB.

“Semoga ini bisa memberikan inspirasi untuk kita dalam melakukan langkah-langkah sistematis untuk memperbanyak kuantitas dan kualitas eksistensi ITB di internet,” demikian Prof. Poerbandono mengakhiri paparan dalam rekaman videonya.

Sebagai penutup, Prof. Kadarsah menyampaikan bahwa era disrupsi yang dihadapi saat ini adalah era dengan perubahan yang drastis dan transformasi yang eksponensial sehingga dibutuhkan upaya dari seluruh pihak. Sementara itu, dalam closing statement-nya, Prof. Hermawan mengingatkan kembali bahwa para dosen memiliki tanggung jawab sehingga suka tidak suka harus siap dalam menghadapi perubahan.