close

Hilirisasi Hasil Riset Kembangkan Potensi Kekayaan Intelektual Sebagai Produk Komersial

Seringkali hasil penelitian yang memiliki nilai potensi, tidak dikembangkan lebih lanjut untuk dilemparkan ke pasar.  Kekurangan informasi mengenai cara mengkomersialisasikan hasil penelitian tersebut menjadikan hasil riset hanya berakhir sebagai naskah skripsi atau thesis.

Berdasarkan hal tersebut, Bogor Science Club (BSC) IPB University menggelar BSC Fair 2021 dengan tema utama “Human Development and Research Commercialization toward Indonesia 2045”, pada 13/03. Sebagaimana yang telah diketahui, pengembangan manusia adalah salah satu pilar Indonesia di tahun 2045 sehingga BSC ingin berkontribusi terhadap pembangunan sumber daya manusia unggul dalam pemanfaatan teknologi dan riset.

Kegiatan tersebut merupakan salah satu dari tiga rangkaian acara dengan sub tema “How to Commercialize Your Research Products” yang terbuka untuk umum. Acara ini digelar dengan harapan dapat belajar bersama mengenai cara mengkomersialisasikan hasil penelitian sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.

Kepala Subdirektorat Valuasi dan Fasilitasi Kekayaan Intelektual, Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional, Juldin Bahriansyah menyebutkan problematika riset di Indonesia saat ini lebih terkait pada manajemen riset dan anggaran riset yang masih minim. Peneliti ataupun mahasiswa juga perlu mengubah pandangan bahwa riset tidak sekedar dikerjakan sebagai prasyarat kelulusan.  Orientasi jaman sudah berubah sehingga memerlukan pandangan yang luas dan jauh ke depan sehingga riset dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan ekonomi.

Baca Juga :  Mahasiswa FEB UNSOED Raih prestasi Internasional ICEBIV 2022

Mindset akan pentingnya hak kekayaan intelektual dari hasil riset juga perlu ditanamkan. Dengan mendaftarkan hak paten hasil riset, hilirisasinya hingga dapat dipasarkan ke masyarakat akan sangat memungkinkan.

“Saya berharap di BSC dapat mencoba menerapkan apapun hasil penelitian dan pengembangan sebisa mungkin karena dapat dikembangkan secara lebih murah dan mudah mendapatkan feedback,” sebutnya.

Bila hasil riset tersebut telah berhasil lolos melalui skema Insinas (Insentif Sistem Inovasi Nasional) maupun PPTI (Program Pengembangan Teknologi Industri), maka harus sudah menggandeng mitra industri sehingga sifatnya lebih implementatif. Bahkan dengan skema penguatan inovasi hasil riset lanjutan dapat dikembangkan menjadi bisnis start up.

Adapun strategi untuk meningkatkan nilai ekonomi hasil penelitian dapat dilakukan dengan prediksi pengguna dan pasar dengan jelas. Selain itu dapat dilakukan dengan melindungi kekayaan intelektual sejauh mungkin serta menerapkan strategi komersialisasi yang tepat.

Drh I Ketut Mudite A, Asisten Bidang Pengelolaan dan Perlindungan Kekayaan Intelektual, Lembaga Kawasan Sains dan Teknologi (LKST) IPB University menyebutkan aset kekayaan intelektual dapat bernilai bisnis tinggi. Sehingga perlu adanya perlindungan dengan paten sederhana untuk menghindari pelanggaran hak paten dan produk tiruan. Karakteristik hasil penelitian perguruan tinggi dan lembaga penelitian dan pengembangan Indonesia juga belum memperhatikan kebutuhan pasar serta belum terlindungi sistem kekayaan intelektual.

Baca Juga :  Kembangkan KST, ITS Lakukan Benchmark Bareng Binus

“Maka dari itu dalam melakukan riset, sebaiknya dianalisis terlebih dulu permasalahan yang ada lalu diselesaikan melalui riset. Kemudian dapat dinilai melalui tingkat kesiapterapan teknologi (TKT). Dua tahun terakhir Kementerian Riset dan Teknologi/Badan Riset dan Inovasi Nasional mengeluarkan Katsinov ternyata TKT yang tinggi belum tentu laku di pasaran karena harus dikaji tingkat kesiapterapan inovasinya,” imbuhnya.

Kekayaan intelektual tidak hanya paten, namun melindungi objek yang berbeda-beda sehingga perlu pemahaman jenis kekayaan intelektual sesuai hasil riset. Kekayaan intelektual juga bukan sekedar perlindungan namun merupakan siklus pengembangan riset yang memberikan keuntungan ekonomi melalui komersialisasi.
Komersialisasi hasil riset dapat berupa start up. Hal ini disebutkan oleh Wakil Kepala LKST IPB University bidang Inkubator Bisnis dan Kemitraan Industri, Dr Rokhani Hasbullah. Menurutnya prinsip bisnis start up adalah kreativitas. Kreativitas diperlukan untuk mengantisipasi dinamika globalisasi.  Pendekatan inovasi juga diperlukan karena proses komersialisasi hasil riset sangat panjang. Dengan begitu, akselerasi penumbuhan start up juga dapat diterapkan dengan lebih baik. Tentunya dengan pendampingan pemerintah melalui Science Techno Park maupun Inkubator Bisnis Teknologi sebagai pendamping. (MW)