Dosen Muda IPB University Sebut Feromon bisa Kendalikan Hama Wangwung dan Tembirang pada Tanaman Kelapa

Nadzirum Mubin, SP, MSi, dosen muda Departemen Proteksi Tanaman berkunjung ke sentra produsen kelapa di Kabupaten Pati. Kabupaten Pati sudah sejak lama menjadi pusat penelitian dan pengembangan kelapa kopyor. Produktivitas kelapa kopyor di Kabupaten Pati tergolong tinggi, sehingga kabupaten tersebut dijadikan role model dalam pengembangannya.

Najibuddin merupakan petani yang sudah berkecimpung di dunia kelapa kopyor. Ia mempunyai sekitar lima kebun kelapa kopyor. Kelapa kopyor yang ditanam selain jenis kelapa genjah juga menanam kelapa dalam.

Umumnya kelapa yang ditanam adalah jenis genjah karena waktu yang dibutuhkan untuk berbuah hanya membutuhkan kurang lebih 3-4 tahun. Ini lebih cepat dibandingkan dengan kelapa dalam yang minimal mencapai 6 tahun untuk dapat berproduksi.

Pengembangan yang dilakukan oleh Balai Penelitian dan Pengembangan Kelapa Kopyor di Taman Kencana, Bogor dulunya mengambil sumber plasmanya dari Pati. Sehingga nama Kabupaten Pati khususnya Kecamatan Tayu sangat kental dengan nuansa kelapa kopyornya.

“Memang tidak seperti seperti pengembangan yang dilakukan oleh balai tersebut, kelapa kopyor di Pati masih menerapkan sistem konvensional. Cara perbanyakan dan budidayanya masih mengikuti cara-cara lama,” ujar Nadzirum.

Baca Juga :  Optimalisasi Pembelajaran Daring dalam Merdeka Belajar

Alhasil, katanya, serangan hama masih umum dijumpai dan ternyata diperparah dengan banyaknya penanaman bibit kelapa kopyor di rumah penduduk.  Hal ini memicu kedatangan dari organisme pengganggu salah satunya hama.

Berdasarkan survei yang dilakukannya, serangan hama yang umum dijumpai adalah serangan hama kumbang dengan jenis kumbang kelapa (Oryctes rhinoceros). Kumbang ini juga dikenal dengan kumbang tanduk karena mempunyai tanduk kecil seperti badak. Selain itu, di Kabupaten Pati biasa menyebutnya nama kumbang tanduk ini dengan istilah “wangwung.”

Kumbang kelapa ini berwarna cokelat kehitaman, menyerang daun kelapa yang masih muda yang masih menggulung. Gejala yang mudah dikenal jika kelapa sebelumnya terserang wangwung adalah adanya bekas potongan daun dan bentuk daun yang sudah terbuka membentuk seperti huruf V.

“Hampir sepanjang jalan di Kecamatan Tayu di Desa Sambiroto, Tunggulsari, Bondol, Dororejo ditemukan gejala serangan dari kumbang wangwung ini,” kata Nadzirum.

Baca Juga :  PENTINGNYA SINERGI DUNIA INDUSTRI DAN PERGURUAN TINGGI

Dirinya turut mencoba mencari informasi apakah sudah pernah dilakukan pengendalian. Menurut penuturan Nadjib, hama wangwung ini sangat sulit dikendalikan. Katanya, dulu pernah diberikan sosialisasi tentang pemanfaatan feromon, akan tetapi keberlanjutannya tidak lama. Dengan kegigihannya, Nadjib mencoba mencari tahu sendiri dan berkonsultasi dengan beberapa koleganya akhirnya mendapatkan info tentang pembelian feromon yang efektif untuk menangkap hama ini.

Nadzirum melihat hasil pengendalian wangwung di lapangan. Pemanfaatan feromon yang dibeli tidak hanya efektif untuk menangkap hama wangwung, tetapi juga dapat menangkap hama tembirang. Hama tembirang dimaksud adalah hama kumbang moncong dari famili Curculionidae. Ada dua  spesies tembirang yang tertangkap pada perangkap berferomon yaitu Rhyncophorus sp. dan Rhabdocelus sp.

“Pengendalian konvensional sudah banyak dipatahkan oleh hama wangwung dan tembirang ini. Pengendalian yang memanfaatkan teknologi juga sangat dibutuhkan seperti pemanfaatan feromon ini. Dalam sehari bisa diperoleh 10-20 ekor wangwung maupun tembirang dalam perangkap. Sedangkan durasi dari feromon sendiri bisa bertahan hingga dua bulan,” pungkas Nadzirum. (*/RA)