Dosen IPB University Berbagi Strategi Menghasilkan Benih Sehat dan Berkualitas

Benih sehat dan bermutu merupakan komponen penting dalam menghasilkan produk pertanian unggulan. Seiring dengan pesatnya perdagangan global, kualitas benih semakin diperhatikan. Namun demikian, impor benih memiliki risiko membawa penyakit baru ke tanah air, khususnya penyakit tanaman terbawa benih seperti cendawan, virus maupun nematoda. 

Menanggapi hal tersebut, Dr Widodo, Dosen IPB University dari Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian berbagi strategi dan teknik dalam menghasilkan benih yang sehat. Ia menilai, kesehatan benih belum menjadi prioritas pengembangan pertanian di Indonesia. Padahal, di berbagai negara seperti Eropa, penanganan benih tanaman luar biasa ketat. 

“Benih sehat merupakan benih yang terbebas dari organisme pengganggu tanaman (OPT), terutama patogen. Hal ini karena bahan biakan tanaman umumnya bisa menjadi media pembawa patogen. Biakan ini dapat berbentuk biji sejati maupun biakan vegetatif,” kata Dr Widodo.

Dosen IPB University itu melanjutkan, benih yang sakit dan berkualitas buruk sebenarnya dapat dicirikan secara visual. Namun, produsen benih sering mengabaikan gejala awal penyakit penyakit tersebut. Benih yang seharusnya sudah tidak masuk kriteria tetap sering lolos seleksi dan dijual di pasaran.

Baca Juga :  Faperta UNEJ Ciptakan Sabun Berbahan Dasar Daun Kelor, Bebas dari Deterjen untuk Menjaga Kelembaban Kulit

“Gejala di lapangan perlu diamati karena menentukan tindakan kita dalam memilih tanaman yang digunakan untuk produksi benih,” ujar Dr Widodo dalam Webinar Propaktani berjudul “Pentingnya Kesehatan Benih untuk Mendukung Penyediaan Benih Bermutu,” yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian RI, 08/04.

Dr Widodo juga menjelaskan, ledakan penyakit yang menyebabkan gagal panen seringkali diakibatkan oleh kualitas benih yang tidak sehat. Tidak hanya itu, petani sering mengalami kerugian, sehingga mereka ‘mengeroyok’ pihak produsen benih akibat gagal panen. Ia menyebut, berdasarkan riset yang dilakukan pada benih komersial, ditemukan sekitar 60-80 persen benih mengandung penyakit terbawa benih. 

“Strateginya adalah dengan memperhatikan kesehatan benih. Kesehatan benih akan mempengaruhi kesehatan tanaman, demikian  juga kesehatan tanaman akan mempengaruhi benih atau biji yang dihasilkan,” katanya.  Dr Widodo menyarankan, produsen benih harus lebih memperhatikan kesehatan tanaman di lapangan. Tidak hanya itu, strategi lainnya yaitu dengan menggunakan benih yang sehat. Ia juga menyarankan agar petani menanam di daerah maupun musim yang menyebabkan patogen sasaran tidak berkembang optimum. 

Baca Juga :  ITS Amankan Juara Umum Peringkat 3 di Ajang Pimnas ke-34

“Contohnya di daerah dengan kelembaban rendah tetapi air cukup untuk bakteri dan cendawan patogen. Kawasan Indonesia Timur seperti Nusa Tenggara Timur dinilai sangat potensial untuk menghasilkan benih sehat. Di daerah tersebut, risiko penyakit terbawa benih semakin rendah,” kata Dr Widodo.

Dosen IPB University itu juga menyarankan, supaya petani menanam di daerah maupun musim ketika serangga vektor tidak berkembang dengan baik. Hal ini karena beberapa virus dan bakteri dapat ditularkan oleh serangga vektor.  “Jangan segan-segan memusnahkan individu tanaman sakit di lapangan, terutama jika sudah tidak mungkin menghasilkan. Apalagi untuk keperluan produksi benih,” tambahnya.

Demi menjaga kualitas benih yang sehat, ia berpesan untuk keperluan benih berikutnya, petani sebaiknya melakukan pemanenan terlebih dulu individu tanaman yang sehat. Seringkali petani mencampurkan benih tanaman sehat dengan yang sakit. Tanaman dan benih harus sudah ditandai sejak gejala awal sehingga mudah dibedakan dan dipindahkan. (MW/RA)