close

Temukan Alat Deteksi Ayam Halal dan Tiren, Tim Mahasiswa IPB University Raih Medali Emas di Jepang

Makanan halal menawarkan begitu banyak manfaat bagi kesehatan. Hal ini membuat kebutuhan makanan halal semakin meningkat. Bahkan permintaannya saat ini tidak hanya dari kalangan umat muslim tetapi juga dari kalangan non-Islam karena telah menyadari manfaatnya. Sampai saat ini, belum ada alat yang mampu membedakan antara makanan halal dan non-halal secara instan. Padahal alat autentikasi yang andal dan cepat untuk mendeteksi kehalalan produk sangat dibutuhkan.

Latar belakang tersebutlah yang mengantarkan tiga mahasiswa IPB University dari Departemen Fisika berhasil meraih medali emas dalam kompetisi Japan Design, Idea and Invention Expo 2021. Ketiga mahasiswa tersebut adalah Ananda Thalia, Aldi Destia Lesmana, dan Vanya Azzahra Chairunissa. Penghargaan ini diraih atas temuan mereka berupa alat non-invasif portable yang dirancang untuk membedakan ayam halal dari ayam non-halal beserta tingkat kesegarannya.

Medali Emas Tim Chilator

“Kompetisi ini diselenggarakan oleh World Invention Intellectual Property Associations. Seluruh proses perlombaan kami ikuti secara online hingga tahap penjurian yang dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 2021,” ujar Ananda.

Baca Juga :  Bayucaraka ITS Sukses Amankan Tiga Juara di Singapura

Ananda menjelaskan, alat yang diberi nama Chilator tersebut terdiri dari dua pasang elektroda, mikrokontroler, LCD, baterai, dan data logger. Ia mengatakan, prinsip kerja dari alat ini adalah mengukur resistansi daging ayam menggunakan metode pengukuran resistivitas 4-probe. Probe luar yang terbuat dari karbon ini akan mengalirkan arus ke ayam dan probe bagian dalam yang terbuat dari besi akan mengukur beda potensial yang dihasilkan oleh daging ayam.
 
“Bagian daging ayam yang dapat diamati dengan alat ini adalah dada, paha, dan sayap ayam yang dipotong dengan baik, bukan ayam tiren,” tambah Ananda.

Lebih lanjut, mahasiswa IPB University itu menjelaskan, Chilator digunakan dengan cara menempelkan bagian probe pada sampel ayam yang ingin diukur. Hasil pengukuran akan diolah oleh mikrokontroler hingga muncul hasilnya di LCD berupa nilai resistansi sampel dan informasi mengenai kesegaran sampel termasuk keterangan bahwa sampel tersebut adalah daging ayam segar atau ayam yang telah mati sebelum disembelih.

Baca Juga :  Gandeng Kementerian PUPR, ITS Dukung Infrastruktur Permukiman Lewat KKN

“Ayam halal memiliki rentang nilai resistansi 6,15 ohm – 28,53 ohm, sedangkan ayam tiren memiliki rentang nilai resistansi 1,68 ohm – 7,83 ohm. Nilai resistansi ayam tiren lebih rendah dari ayam halal. Kemudian nilai resistansi akan meningkat seiring dengan menurunnya kesegaran sampel ayam,” papar Vanya.

Di bawah bimbingan Dr Akhiruddin Maddu dan tim telah dilakukan persiapan sejak bulan April 2021. Dosen IPB University dari Departemen Fisika itu mendampingi mahasiswanya sejak awal penentuan ide hingga penjurian. Meskipun proses bimbingan banyak dilakukan secara online namun hal tersebut tidak mengurangi kekompakan timnya.

“Ide ini muncul atas dasar pentingnya informasi tentang kelayakan konsumsi produk pangan seperti daging ayam yang beredar di pasaran, baik informasi kesegaran maupun kehalalannya. Alat ini dibuat untuk memudahkan konsumen dalam menilai dan membedakan mana daging ayam yang layak dikonsumsi bagi masyarakat, khususnya bagi umat muslim,” ujar Dr Akhiruddin. (MW/RA)