close

Mahasiswa IPB University Mendapat Insight Terkait Konsep Bio-Village Sebagai Aksi Konservasi Terintegrasi Lahan Gambut

Program Magister Arsitektur Lanskap IPB University, menggelar Studium General Mata Kuliah Lanskap Pedesaan dan Pertanian, 3/6.  Tema yang diangkat adalah “Sustainable Development of Tropical Peatlands in Indonesia through Bio-Village Concepts.” Materi ini disampaikan oleh Prof Wahyu Dwianto dari Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
 
Dalam paparannya, Prof Wahyu menerangkan, ekosistem gambut merupakan salah satu sumber karbon terbesar bagi bumi. Namun demikian, kecepatan akumulasinya hanya satu milimeter per tahun.  “Artinya, hutan rawa gambut dengan kedalaman lebih dari tiga meter membutuhkan waktu 300 tahun untuk terbentuk di bawah kondisi hidrologis alami,” katanya.
 
Prof Wahyu mengatakan, fakta tersebut seharusnya membuat masyarakat dunia sadar akan pentingnya pelestarian ekosistem gambut.  Terutama dalam penyeimbangan karbon di tengah perubahan iklim. 
 
“Lahan gambut memberikan jasa ekosistem penting bagi masyarakat lokal, terutama menjaga kualitas udara dan air, penyediaan sumber daya hutan dan mendukung populasi ikan untuk konsumsi lokal. lahan gambut juga rumah tinggal berbagai jenis flora fauna yang terancam punah,” terangnya.
 
Prof Wahyu menyebut, pembukaan lahan untuk pertanian dan perkebunan industri disinyalir menjadi salah satu penyebab penurunan luas lahan gambut di Indonesia. Menurutnya, hanya wilayah Papua yang memiliki lahan gambut dengan kondisi asli.
 
Terkait upaya penyelamatan gambut, Prof Wahyu mengatakan, konservasi selain restorasi, revitalisasi dan revegetasi, mengurangi kebakaran menjadi kunci utamanya. Beberapa tantangan dalam upaya konservasi ini adalah sulitnya mendapatkan pendanaan awal. Sedangkan peneliti menghadapi tantangan lain yakni kesulitan mengidentifikasi target konservasi restorasi yang tepat  dan tingkat intervensi yang tepat untuk memenuhinya. 
 
“Analisis multi stakeholder merupakan prasyarat penting sebelum memulai proyek restorasi dan harus mencakup pertimbangan kondisi ekologi di lokasi, hambatan restorasi yang ada, serta kebutuhan dan keinginan masyarakat lokal,” tambahnya. 
 
Prof Wahyu menerangkan, konsep Biovillage merupakan aksi terintegrasi restorasi gambut dan mangrove yang berkelanjutan serta melibatkan para peneliti berbagai bidang. Kegiatan ini diselenggarakan oleh anggota peneliti Ikatan Alumni Japan Society for the Promotion of Science Indonesia yang mendapatkan pendanaannya melalui Japan-ASEAN Science, Technology, and Innovation Platform (JASTIP-Net) 2021.
 
“Konsep ini menempatkan manusia dan sumber daya alam sebagai aset berharga dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal dengan mengelola SDA yang ada secara bijak dan berkelanjutan sebagai modal utama dalam menggerakan perekonomian desa,” kata Prof Wahyu. 
 
Ia menerangkan, salah satu desa yang dipilih sebagai lokasi penerapan Bio-Village adalah Desa Tanjung Leban, Riau. (MW)

Baca Juga :  Sinergi Multisektor, Cetak Generasi Cakap Digital